Archive for Januari 2014

  • RADANG

    0
    RADANG

    Radang  merupakan reaksi lokal jaringan hidup terhadap jejas dengan cara memobilisasi semua bentuk pertahanan tubuh berupa reaksi vaskuler, neurologik, humeral dan seluler. Proses radang kalau kita ibaratkan suatu negara yang mendapat invasi dari negara lain maka negara yang mendapatkan invasi tersebut tidak mungkin akan tinggal diam, dia akan melawan dengan mengirimkan segala kekuatan untuk melawan negara tersebut. Begitu kalau kita ibaratkan proses radang yang terjadi di dalam tubuh mahluk hidup.
    Penyebab Radang
                Radang dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
    1. Sebab mekanis, misalnya oleh benda-benda keras yang bisa menyebabkan luka memar (benda tumpul), luka benda tajam (tertusuk duri).
    2. Sebab physis, bisa bersifat alami, temperatur panas, dingin, nyala api, radiasi (terbakar).
    3. Sebab kimiawi (chemis), misalnya akibat rangsangan zat-zat kuat, basa-basa kuat,obat-obat keras (kaustika), kalium permanganat, subhinat, atau zat-zat kimia yang dapat mengiritasi seperti garam-garam.
    4. Sebab yang ada hubungannya dengan alergi.
    5. Sebab yang ditimbulkan karena pekerjaan mikroba (bakteri, jamur, parasit).
    Tanda-Tanda Radang
    Cara mengenali suatu radang tidaklah sulit, cukup dengan mengenali tanda klinis radang :
    1. Tumor (kebengkakan), tanda-tanda bengkak terjadi hyperemia kemudian eksudasi, odema akibat akumulasi leukosit dan froliperasi sel jaringan. Kebengkakan yang terjadi di daerah yang longgar (daerah bibi, palpebra) itu akan sangat jelas terlihat tetapi kalau dipijat kurang terasa sakit. Dibandingkan kebengkakan itu terjadi pada jaringan yang padat (di daerah kepala), bengkak yang terjadi biasanya kecil namun kalau dipijat terasa sakit.
    2. Dolor (ada rasa sakit), rasa sakit yang muncul karena adanya kenaikan kepekaan pada jaringan setempat,bisa karena toksin (bakteri) yng menekan ujung-ujung saraf sensible di daerah meradang atau bisa karena tekanan jaringan yang meningkat akibat kebengkakan.
    3. Rubor (kemerahan), tanda-tanda kemerahan. Pada hewan tanda-tanda ini tidak terlalu jelas terutama pada kulit yang berpiguran dan berbulu lebat sehingga harus mendapat perhatian dalam mendiagnosanya. Tetapi pada hewan kulit putih dan berbulu putih perubahan mudah diamati.
    4. Kalor (panas), terjadinya kenaikan temperatur lokal pada tempat yang meradang akibat terjadi kenaikan vaskularisasi (hyperemia). Dimana tempat yang mengalami radang akan menjadi lebih panas dibandingkan tempat yang tidak meradang.
    5. Functiolesa, gangguan fungsi terjadi pada tempat yang mengalami peradangan. Misalnya radang yang terjadi pada usus (enteritis) akan berdampak diare (mencret) yang bisa mengakibatkan dehidrasi (kehilangan cairan tubuh, kurus, dan mengakibatkan gangguan umum pada hewan).
    Reaksi-reaksi (perubahan) jaringan yang terjadi selama proses radang :
    1. Terjadi hyperemia pada tempat yang meradang akibat arteri kecil dan kapiler yang mengalami dilatasi sehingga mengakibatkan peningkatan aliran darah, yang seharusnya pembuluh-pembuluh darah yang kecil pada keadaan normal berfungsi sebagai jalan atau pembawa darah menjadi penampung darah.
    2. Terjadi stagnasi, pada daerah yang mengalami radang menjadi lebih merah sehingga aliran darah menjadi lebih lambat atau pelan.
    3. Terjadi exudasi, karena peningkatan permeabilitas pembuluh darah sehingga menyebabkan keluarnya exudat dari dinding kapiler dan berpindah menuju jaringan exudat (serum, leukosit, eritrosit, caeris lympe).


    Resolusi dari suatu radang (akhir dari suatu radang) :
    1. Stagnasi (kemacetan) dari suatu peradangan berangsur-angsur akan berkurang.
    2. Peredaran cairan akan berlangsung kembali.
    3. Sirkulasi lympe akan kembali aktif.
    4. Fibris yang timbul akibat proses peradangan berangsur-angsur akan segera hilang karena proses dyfisti dari sel darah putih (leukosit).
    Cara Mengolah Radang (Treatment Radang)
                Seperti diketahui karena radang bukan merupakan suatu penyakit, melainkan hanya reaksi tubuh maka prinsip treatment radang adalah :
    1. Mencari dan menghilangkan penyebabnya (etiologinya)
    2. Berusaha memperbaiki kembali sirkulasi darah maupun lympe. Cara ini bisa dibantu dengan pemberian obat-obatan yang bisa menghangatkan (kataplasma), seperti rubivaseline, balsam, rheumazon, atau dengan obat-obatan penghangat cairan (uap air hangat) dan dengan metode balut priestnitz (logam) yang bersifat analgesic.
    3. Mengadakan proteksi (perlindungan) pada daerah yang meradang, karena di daerah tersebut terjadi kenaikan kepekaan, misalnya pada kasus radang usus (enteritis) diberikan pelapis usus (enterio astringensia), pada kasus radang sendi perlindungannya dengan memberikan atau mengadakan proteksi dengan fiksasi eksternal (mencegah gerakan dari sendi tersebut).
    Pada kasus-kasus setelah pembedahan (operasi) ada beberapa anti radang terutama anti radang non steroid (NSAIDs = Non Steroid Anti Inflamatory Drugs) yang perlu direkomendasikan karena disamping mempunyai efek pereda rasa sakit juga mempunyai efek anti inflamasi dan kadang-kadang efek anti piretik, antara lain :
    1. Aspirin (Acetylsaliculic Acid), sebagai obat analgesik, anti inflamasi, dan anti piretik. Obat ini baik untuk menghilangkan rasa sakit post operatif dan baik juga sebagai treatment penyakit thrombotik. Pada anjing diberikan secara oral dengan dosis 30-60 mg/kg/hari dalam 2 atau 3 dosis. Sedangkan pada kucing secara oral diberikan dengan dosis 10-40 mg/kg/hari setiap 48 jam. Pada level rendah obat ini berfungsi sebagai analgesik, sedangkan level tinggi berfungsi sebagai anti radang.
    2. Phenylbutazone, obat ini lebih umum digunakan oleh para dokter hewan sebagai anti inflamasi dan analgesik pada anjing. Obat ini juga mempunyai kerja yang sama dengan aspirin yaitu menghambat enzim cyclooxygenase. Dapat diberikan secara intra vena (IV), intra muskuler (IM), dan secara per-oral (PO). Pada kuda dosisnya 4 gr/hari secara oral selama 3-4 hari. Sedangkan pada anjing dosisnya 2-20 mg/kg/hari secara oral. Pada kucing diberikan dengan dosis 10 mg/kg/hari per oral atau kalau diperlukan dosis bisa ditingkatkan sampai 20 mg/kg/hari dalam jangka pendek.
    3. Meclofenamic Acid, obat ini sangat potent sebagai anti radang dan analgesik untuk kasus radang akut dan radang kronis, diberikan secara oral. Obat ini juga merupakan obat pilihan kedua setelah phenylbutazone. Dosis yang diberikan pada anjing adalah 1.1 mg/kg/hari dan pada kuda 2.2 mg/kg/hari dan diberikan dalam makanan untuk 5-7 hari. Khusus untuk kuda pada pemakaian harus dihentikan sebelum 8 hari.
    4. Flunixin, obat ini relatif lebih baru sebagai anti radang dan analgesik oleh karena potensinya empat kali dari phenylbutazone. Obat ini pertama kali digunakan pada kuda dan sapi kemudian baru pada anjing. Obat ini juga sangat baik digunakan untuk penanganan kolik. Obat ini juga bisa dikombinasikan dengan antibiotik oxytetracycline untuk terapi penyakit respirasi dan mastitis akut pada sapi. Pada sapi diberikan 2.2 mg/kg secara IV setiap 24 jam selama 5 hari. Pada kuda diberikan 1.1 mg/kg secara IV, IM setiap 24 jam selama 5 hari. Pada anjing diberikan 1.1 mg/kg secara IV, IM setiap 24 jam. Obat ini tidak direkomendasikan penggunaannya pada kucing.
    5. Naproxen, obat ini juga berfungsi sebagai anti radang, analgesik, anti piretik pada anjing dan kuda. Pada kuda diberikan dosis 10 mg/kg  PO 2x1 untuk 14 hari. Pada anjing diberikan dosis awal 5 mg/kg kemudian diturunkan menjadi 2 mg/kg setiap hari PO. Obat ini juga tidak direkomendasikan pemberiannya pada kucing.


    ABSES
    Terjadi proses pernanahan dan terkumpul dalam suatu tempat yang mempunyai batas terbatas dan dibatasi oleh selaput pyogenik. Abses dapat terjadi di sembarang tempat pada tubuh, jaringan dalam atau suferficial. Abses dapat dibedakan menjadi beberapa macam yaitu :
    1. Abses dingin (cold abses) dengan ciri-ciri dapat mengandung kuman (bakteri pyogenes), tidak disertai rasa sakit dan tanda-tanda radang yang berat.
    2. Abses steril, Ciri-ciri abses adalah bebas kuman dan disertai rasa sakit yang sangat. Kejadian abses ini lebih banyak oleh karena perlakuan manusia seperti karena penyakit atau chloral hydrat. Pemberian glucones callicus 10 % secara intra vena namun masuk ke jaringan sehingga mengiritasi dan menyebabkan nekrosis jaringan. Pemberian infus glukosa 5 % yang salah, yang seharusnya diberikan secara intra vena namun diberikan secara sub kutan. Untuk terapi abses ini tanpa pemberian antibiotik cukup proses pematanngan di percepat, pemberian antibiotik diperlukan setelah dilakukan proses operasi (pembedahan).
    3. Abses pangkal atau superfisial, abses pertumbuhannya menuju kepermukaan dengan fase melarut dengan jaringan diatasnya.
    Beberapa gambaran utama terbentuknya abses adalah terjadi migrasi leukosit dengan inti polymap dari kapiler menuju daerah yang banyak kuman, kemudian adanya gambaran lisis dari elemen-elemen jaringan yang akan menghasilkan ruangan.
    Metode penanganan abses permukaan adalah :
    1. Menunggu dan mempercepat menjadi matang atau masak dengan cara pemberi obat-obat penghangat (kataplasma).
    2. Setelah masak atau matang baru dilakukan incisi terutama untuk drainage (mengeringkan) yang bertujuan untuk mengurangi rasa sakit dan exudat (nanah) dibersihkan.
    3. Lakukan pencucian hama dengan desinfektan.
    4. Pengobatan luka dan melindungi luka dengan obat-obat yang membantu kesembuhan, missalnya vitamin A untuk proses epithelisasi, diberikan anti radang terutama anti radang non steroid.


  • KEMAJIRAN PADA TERNAK BETINA

    1
    KEMAJIRAN PADA TERNAK BETINA

    Pendahuluan
              Produktivitas suatu peternakan sangat tergantung pada manajemen/pengelolaan termasuk pengelolaan dalam bidang reproduksi. Pengelolaan reproduksi yang baik akan meningkatkan efisiensi reproduksi, tinggi rendahnya efisiensi reproduksi ditentukan oleh 5 faktor yaitu :
    ·         Angka perkawinan per kebuntingan (service per conception)
    ·         Angka kebuntingan (conception rate)
    ·         Angka kelahiran (calving rate)
    ·         Tenggang waktu antar melahirkan (calving interval)
    ·         Tenggang waktu antara melahirkan sampai bunting kembali (service period)
    Gangguan proses reproduksi (kemajiran) akan menyebabkan rendahnya efisiensi reproduksi sehingga produktivitas peternakan rendah
                Kemajiran adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan proses reproduksi yang disebabkan oleh satu atau banyak faktor yang dapat terjadi baik pada ternak jantan maupun betina. Derajat kemajiran tergantung dari faktor penyebab dan tingkat kesembuhan setelah penanganan. Infertilitas adalah kemajiran derajat ringan yang sifatnya sementara dan masih dapat disembuhkan setelah dilakukan penanganan. Sterilitas adalah kemajiran yang bersifat permanen atau tidak dapat disembuhkan sehingga proses reproduksi terhenti secara menyeluruh.
               
  • Copyright © - Dokumen Pribadi Seorang Dokter Sapi

    Dokumen Pribadi Seorang Dokter Sapi - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan